Tepatnya pada 30 Januari 1971, Ibu Tien Soeharto didampingi Mendagri Amir Machmud, untuk kali pertama memaparkan maksud dan tujuan pembangunan Miniatur Indonesia yang diberi nama ‘Indonesia Indah’ kepada publik. Singkat cerita, pada 30 Juni 1972, pembangunan Miniatur Indonesia resmi dimulai. Rancangan bangunan utama kala itu, berupa relief Miniatur Indonesia berikut pasokan airnya, Tugu Api Pancasila, rumah Joglo asal Jawa Tengah, Gedung Pengelolaan, pembuatan jalan, dan penyediaan kavling untuk setiap anjungan.
Hingga akhirnya, berkat gotong-royong banyak pihak, pembangunan tahap pertama TMII selesai dalam tempo tiga tahun. Peresmian pembukaan TMII dilakukan sore hari pada 20 April 1975 oleh Presiden Soeharto. Dalam amanatnya Presiden RI kedua ini mengatakan, “Pembangunan hakekatnya adalah pembangunan manusia untuk kepentingan manusia. Sebab itu, disamping pembangunan ekonomi, kita pun terus membangun segi lain dari kehidupan kita, yaitu Politik, Sosial, Budaya, Pendidikan, Mental, dan sebagainya”.
Dalam ekspedisi kali ini, Team Aceh Planet berkesempatan mengunjungi tempat penuh sejarah Taman Mini “Indonesia Indah”. Dalam perjalanan kami menuju tujuan utama ke anjungan Provinsi Aceh, terlihat jelas Rumah Adat (Kroeng Bade) yang berada pada sisi kiri. Inilah Rumoh Cut Meutia, salah seorang Pahlawan Nasional asal Aceh. Lalu di sebelahnya ada Kroeng Pade (lumbung padi), Jengki, dan mushola. Ada panggung untuk persembahan taria-tarian, lengkap dengan desain backdrop foto para penari Tari Saman.
Di tengah-tengah anjungan terdapat pesawat terbang yang bertuliskan RI-001 pada bagian sirip atas sisi belakang pesawat lengkap dengan bendera merah putih. Tulisan Indonesian Airways nampak pada body tengah, dan tulisan Seulawah ada di bagian bawah moncong pesawat. Sedangkan pada pintu kiri belakang pesawat, dapat dijumpai tulisan Sumbangan Rakyat Atjeh. Dari prasasti yang terdapat ditempatkan pada bagian depan taman, Pesawat bernama selawah ini merupakan pesawat Douglas C-47 dengan nomor registrasi RI-001. Pesawat ini dibeli pada pertengahan 1948 dari hasil dana sumbangan rakyat Aceh.
Pada mulanya, pesawat ini dipergunakan sebagai jembatan udara yang menghubungkan antara daerah-daerah de facto Jawa dan Sumatera, sebagai penunjang perjuangan fisik bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Dimulai dengan pesawat RI-001 Indonesia Airways sebagai usaha penerbangan niaga pertama Indonesia beroperasi di Burma. Pihak Garuda Indonesia melakukan renovasi terhadap pesawat bersejarah ini pada 1 – 25 April 2010 lalu.
Tapi yang pasti, Dakota DC-3 RI-001 merupakan sebuah kontribusi rakyat Aceh kepada bangsa Indonesia. Pesawat yang dibeli pada tahun 1948 dibayar menggunakan dana sumbangan berupa 20 kg emas yang dihimpun dari rakyat Aceh. Pesawat dibeli dari seorang penerbangan Amerika Mr. JH Maupin di Hong Kong. Pesawat yang sebelumnya memiliki nomor registrasi VR-HEC itu kemudian diberi registrasi baru RI-1 saat tiba di Maguwo Padang. Selanjutnya, Presiden Soekarno memberika nama pesawat ini dengan sebutan “Seulawah†yang memiliki arti gunung emas. Nama Seulawah ini masih terus dikenang hingga sekarang.
Sebenarnya, terdapat tiga replika pesawat Dakota DC-3 RI-001. Satu pesawat berada di Anjungan Aceh TMII sejak 1957, satu di Lapangan Blang Padang Banda Aceh, sementara satu replika lagi berada di Museum Rangoon, Myanmar. Pesawat ini memang sempat menjadi bagian dari sejarah Myanmar karena ikut menjadi pesawat angkut di negara itu pada 1949. Malah, di negara yang dulunya dikenal dengan nama Burma itu RI-001 untuk pertama kalinya dikomersilkan sebagai pesawat angkut.
Semoga sejarah yang luar biasa ini, memberikan inspirasi masyarakat akan akan mencintai nilai sejarah baik kaya ekonomi maupun kaya hati, bagi kamu yang memiliki kesempatan ke TMII silakan berkunjung ke anjungan Aceh selain nilai sejarah yang kamu dapatkan, kamu dapat berinterkasi langsung dengan masyarakat Aceh di sekitar anjungan dan disambut dengan baik pastinya.