Selanjutnya terjadi perpindahan suku-suku asli Mantir dan Lhan (proto Melayu), serta suku-suku Champa, Melayu, dan Minang (deutro Melayu) yang datang belakangan turut membentuk penduduk pribumi Aceh. Bangsa asing, terutama bangsa India selatan, serta sebagian kecil bangsa Arab, Persia, Turki, dan Portugis juga adalah komponen pembentuk suku Aceh. Posisi strategis Aceh di bagian utara pulau Sumatra, selama beribu tahun telah menjadi tempat persinggahan dan percampuran berbagai suku bangsa, yaitu dalam jalur perdagangan laut dari Timur Tengah hingga ke Cina.
Ketika Kerajaan Sriwijaya memasuki masa kemundurannya, diperkirakan sekelompok suku Melayu mulai berpindah ke tanah Aceh. Di lembah sungai Tamiang yang subur mereka kemudian menetap, dan selanjutnya dikenal dengan sebutan suku Tamiang. Di wilayah inilah banyak penetili menemukan bukti-bukti peninggalan prasejarah sejenis tombak dan alat-alat yang biasa digunakan masyarakat purba. Salahsatu peninggalan yang sekarang menjadi situs budaya adalah Kjokkenmoddinger yang berarti Sampah Dapur yang menumpuk membentuk bukit kecil. Bukit kecil yang memang terbentuk dari sisas-sisa cangkang peninggalan masyarakat purba berada di gampong pangkalan Aceh Tamiang.
Untuk mencapai bukit dibutuhkan perjalanan panjang. Dari Sungai Liput, 180 kilometer dari Kota Medan, Sumatra Utara, perjalanan dilanjutkan dengan sepeda motor menuju sebuah perkebunan di Simpang Semadam sejauh 5 kilometer. Setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh empat kilometer.
Di sekitar situs bukit kerang, peneliti yang tergabung dari balai arkeologi medan dan mahasiswa antropologi Universitas Malikul Saleh, Aceh melakukan penggalian dan menemukan tiga kerangka manusia, alat batu dan gerabah (peralatan terbuat dari tanah liat).
Kerangka manusia itu berada dalam posisi terlipat. Tangannya ditekuk dan telapaknya ada di dahi. Kakinya juga ditekuk dengan lutut di depan perut. Peneliti memperkirakan peninggalan arkeologi tersebut berasal dari masa 5.000 sampai 7.000 tahun Before Present (penanggalan berdasarkan perhitungan radiokarbon). Ini tergolong pada masa Holosen berdasarkan pembabakan geologis.
Berdasakan ciri-ciri dari situs bukit kerang yang berada di pangkalan Aceh tamiang, Arkeolog berpendapat sejumlah peninggalan bukit kerang disepanjang pesisir timur pulau sumatra mencirikan kebudayaan Hoabinhian dari daerah Hoabinh di Vietnam. Ciri kebudayaan itu adalah masyarakatnya hidup dari kerang-kerangan dan menggunakan alat batu yang khas yakni batu lonjong monofasial (dipahat satu sisi) yang disebut Sumatralith. Ciri lainnya; mereka telah mendirikan rumah panggung.
Foto: clicaceh.blogspot.com